Salah satu dinding goa yang diduga menjadi perkampungan suku Oni, manusia kerdil di pedalaman hutan belantara Bone, Sulawesi Selatan. Senin,(07/05/2012)
BONE, KOMPAS.com — Orang-orang berukuran kerdil ternyata tidak hanya dikenal di wilayah Kerinci Seblat, Sumatera Barat; atau Liang Bua di Flores. Bila di Kerinci mereka dikenal sebagai "orang pendek", di Flores sebagai Homo floresiensis, maka fenomena orang kerdil di Bone, Sulawesi Selatan, dikenal sebagai "Suku Oni."
Cerita mengenai keberadaan orang-orang kerdil yang hidup di gua-gua di tengah hutan ini masih simpang siur. Sebagian warga yang bermukim di sekitar pegunungan Bone menjuluki mereka sebagai makhluk setengah siluman karena sulit dijumpai dan bisa tiba-tiba menghilang dalam kerimbunan hutan. Namun ada juga yang menganggapnya sebagai makhluk biasa yang sama dengan manusia pada umumnya, hanya secara fisik lebih kecil.
Adjiep Padinding, budayawan yang juga anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sulawesi Selatan (DPRD Sulawesi Selatan) menuturkan, Suku Oni dahulu dikenal sebagai orang-orang yang sangat baik dan mau bergaul dengan warga Dusun Dekko. "Dulu itu kalau ada warga yang mau adakan pesta perkawinan, selalu pinjam perabot dari Suku Oni, seperti piring, mangkuk, dan yang lainnya. Tapi karena warga peminjam sering tak jujur, hubungan baik itu tidak berlanjut," katanya.
Warga yang dipinjami perabot, menurut Adjiep, sering kali tidak mengembalikan barang-barang yang disebutkan sangat bagus. Akibat ketidakpercayaan itu, anggota Suku Oni membatasi pergaulan dengan warga desa.
Keberadaan Suku Oni pertama kali diungkapkan oleh Ahmad Lukman, mantan Kepala Desa Mappesangka. Ia mengaku pernah berjumpa dengan orang-orang yang tingginya hanya sekitar 70 cm ini, bahkan ia mengaku pernah mengunjungi tempat tinggal mereka di dalam gua, di kawasan hutan Tanjung Palette.
"Waktu terpilih menjadi kepala desa untuk pertama kalinya, sekitar 17 tahun lalu, saya diundang oleh Kepala Suku Oni masuk ke dalam perkampungan mereka. Untuk mencapai permukiman itu, kita harus berjalan sekitar 3 kilometer. Saat hendak masuk memang agak sulit karena mulut guanya sangat kecil, hanya bisa dilalui orang kerdil. Tapi di dalam gua, keadaannya sudah berbeda, terlihat sangat luas, bahkan bertingkat-tingkat," urai Lukman.
Lukman mengatakan, tidak sembarangan orang diperbolehkan masuk ke dalam gua ini. Mereka yang ingin masuk harus melalui seorang perantara dan harus orang yang tak punya niat jahat. Masih menurut Lukman, bahasa yang digunakan suku ini berbeda dengan bahasa kampung sekitarnya sehingga komunikasi tidak mudah dilakukan.
Cerita lain menyebutkan, Suku Oni bisa "dipancing" keluar dari tempat persembunyiannya menggunakan buah pisang yang diletakkan di mulut gua. Namun, beberapa orang yang mencoba cara ini tidak mendapati kehadiran mereka.
Apakah Suku Oni benar ada? Seperti halnya kisah "orang pendek" di Kerinci, belum ada bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa mereka benar-benar ada. Keberadaan mereka hanya diketahui dari cerita warga yang mengaku pernah melihatnya.
"Saya sering dapat laporan dari warga bahwa kalau malam-malam ada orang kecil bawa obor dan ambil air di sumur," ujar Amrullah, mantan Kepala Kelurahan Palette, yang kini menjabat Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Dinas Sosial Kabupaten Bone, Selasa (8/5/2012).
Siapakah mereka, tidak ada yang tahu.
Abdul Haq | A. Wisnubrata | Rabu, 9 Mei 2012 | 10:00 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar